Harian Indonesia Pos.com, – Kebijakan pemerintah melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening tak aktif atau dikenal sebagai rekening nganggur menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat. Banyak yang bertanya, mengapa rekening yang selama ini hanya “tidur” tanpa aktivitas harus diblokir? Apakah ada risiko bagi pemiliknya? Dan apa dampak kebijakan ini terhadap sistem keuangan nasional?
Kebijakan ini sejatinya bukan tanpa alasan. PPATK menegaskan bahwa pemblokiran rekening dormant dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap potensi penyalahgunaan rekening oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam konteks ini, pemblokiran justru bertujuan melindungi masyarakat, bukan merugikan mereka.
Apa Itu Rekening Nganggur?
Rekening nganggur atau dormant account adalah rekening yang tidak mengalami aktivitas transaksi selama periode tertentu, baik berupa setoran (debit) maupun penarikan (kredit). Jangka waktu yang menjadi batas penentuan rekening dormant berbeda-beda di setiap bank, namun umumnya berkisar antara 3 hingga 12 bulan.
Contohnya, seseorang membuka rekening tabungan namun hanya menggunakannya sebentar, lalu membiarkannya tanpa transaksi apapun selama setengah tahun. Rekening tersebut masuk kategori dormant. Meski saldo di dalamnya masih ada, dari perspektif perbankan, rekening ini dianggap “tidak aktif”
Cara Aktifkan Rekening Bank yang Diblokir (Dormant) di Mandiri BRI dan BNIPemerintah Blokir Rekening Nganggur 3 Bulan Kebijakan Menyusahkan Rakyat28 Ribu Rekening Dormant Diblokir PPATK Menko Polkam Dana Nasabah Tetap Aman
Sekilas, rekening dormant mungkin tampak tidak berbahaya. Namun menurut PPATK, justru rekening jenis inilah yang rawan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang melakukan tindak pidana keuangan.
Mengapa Pemerintah Memblokir Rekening Nganggur?
PPATK mengungkapkan sedikitnya ada empat alasan utama kebijakan ini diberlakukan.
1. Mencegah Pencucian Uang
Rekening dormant kerap menjadi target pelaku kejahatan untuk menyamarkan asal-usul dana ilegal. Misalnya, uang hasil kejahatan seperti narkotika, korupsi, atau perjudian online bisa saja masuk ke rekening yang sudah lama tak digunakan. Karena pemilik aslinya jarang memantau, aktivitas ilegal ini bisa berlangsung tanpa terdeteksi.
2. Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
Jika rekening dormant dipakai untuk transaksi mencurigakan dalam jumlah besar, integritas sistem perbankan bisa terganggu. Potensi ini menjadi ancaman serius, karena sekali kepercayaan masyarakat terhadap bank menurun, dampaknya akan sangat luas.
3. Sesuai Amanat UU Pencegahan Pencucian Uang
Kebijakan ini memiliki payung hukum jelas, yakni UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. PPATK memiliki kewenangan memerintahkan pemblokiran rekening yang terindikasi digunakan untuk kejahatan keuangan, termasuk rekening dormant yang berisiko tinggi.
4. Dana Nasabah Tetap Aman
Pemblokiran tidak berarti penyitaan. PPATK menegaskan bahwa dana nasabah tetap utuh dan aman. Pemilik rekening bisa mengaktifkan kembali dengan prosedur verifikasi yang berlaku di bank masing-masing.
Prosedur Mengaktifkan Kembali Rekening yang Diblokir
Bagi nasabah yang mendapati rekeningnya diblokir, proses reaktivasi cukup mudah. Berikut langkah-langkahnya:
Datang ke kantor cabang bank tempat membuka rekening, bawa buku tabungan, kartu ATM, dan identitas resmi.
Lakukan verifikasi data diri sesuai prosedur KYC (Know Your Customer).
Lakukan transaksi kecil seperti setor tunai atau tarik tunai dalam jumlah minimal (misalnya Rp100.000, tergantung kebijakan bank).
Bank akan memproses pembukaan blokir dan mengaktifkan kembali rekening.
Dampak Pemblokiran bagi Masyarakat
Bagi sebagian besar nasabah, pemblokiran rekening dormant mungkin tidak berdampak besar, terutama jika saldo di dalamnya kecil. Namun bagi mereka yang memiliki saldo cukup besar, tentu akan mengganggu jika tiba-tiba akses ke rekening terblokir.
Dari sisi positif, pemblokiran ini memberikan perlindungan lebih kepada nasabah dari risiko penipuan dan penyalahgunaan. Artinya, pemilik rekening tidak perlu khawatir uangnya hilang karena diretas atau digunakan pihak lain secara ilegal.
Dari sisi negatif, kebijakan ini menuntut masyarakat untuk lebih aktif memantau rekeningnya. Jika sebelumnya banyak orang membuka rekening hanya untuk sekali pakai, kini perilaku tersebut harus diubah. Rekening harus tetap digunakan secara berkala agar tidak dianggap dormant.
Bagaimana Jika Semua Orang Menarik Uang dari Rekeningnya?
Kekhawatiran lain yang muncul di publik adalah, apakah kebijakan ini bisa memicu penarikan besar-besaran (bank run) oleh masyarakat? Meski skenario ini sangat ekstrem, mari kita pahami apa yang bisa terjadi jika semua orang serentak menarik seluruh dananya dari bank.
Perlu diketahui, bank tidak menyimpan 100% uang nasabah dalam bentuk tunai. Sebagian besar dana digunakan untuk memberikan kredit atau investasi lain. Hanya sebagian kecil yang disimpan sebagai cadangan wajib di Bank Indonesia.
Jika seluruh nasabah menarik uangnya sekaligus, berikut yang kemungkinan besar terjadi:
Likuiditas bank terganggu karena dana tunai tidak cukup memenuhi semua permintaan penarikan.
Kepanikan publik meningkat sehingga memicu penarikan dana lebih besar.
Kredit macet karena bank tidak lagi punya modal untuk menyalurkan pinjaman.
Pertumbuhan ekonomi melambat bahkan bisa kontraksi.
Nilai rupiah tertekan karena investor asing kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Inilah sebabnya pemerintah sangat berhati-hati dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Pengalaman Indonesia dan Pelajaran dari Krisis 1998
Fenomena bank run pernah terjadi di Indonesia pada 1997–1998 saat krisis moneter melanda Asia. Banyak bank runtuh, ribuan nasabah kehilangan tabungan, dan perekonomian nasional jatuh ke jurang resesi.
Belajar dari pengalaman pahit itu, pemerintah membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjamin simpanan nasabah hingga Rp2 miliar per rekening. Tujuannya adalah memberikan rasa aman dan mencegah kepanikan massal.
Kebijakan Pemblokiran sebagai Upaya Preventif. Jika dilihat dari perspektif yang lebih luas, kebijakan PPATK memblokir rekening dormant adalah bagian dari strategi besar mencegah kejahatan keuangan dan menjaga stabilitas sistem perbankan. Dengan memantau dan membatasi rekening tidak aktif, pemerintah menutup celah yang kerap dimanfaatkan pelaku kejahatan.
Meski demikian, kebijakan ini tetap memerlukan komunikasi publik yang efektif. Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa pemblokiran bukan bentuk hukuman atau penyitaan, melainkan perlindungan. Proses reaktivasi juga harus dibuat sederhana agar nasabah tidak kesulitan mengakses kembali dananya.
Tips Agar Rekening Tidak Diblokir
Bagi masyarakat, ada beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk menghindari pemblokiran:
Gunakan rekening secara berkala, minimal lakukan transaksi setiap 1–2 bulan sekali.
Aktifkan layanan notifikasi dari bank untuk memantau setiap aktivitas rekening.
Perbarui data pribadi di bank, terutama jika ada perubahan alamat, nomor telepon, atau identitas.
Simpan saldo minimum sesuai ketentuan bank agar rekening tetap aktif.
Pemblokiran rekening nganggur oleh PPATK adalah langkah strategis untuk melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan rekening oleh pelaku kejahatan keuangan. Kebijakan ini sekaligus menjadi upaya menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perbankan, yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Meski bagi sebagian orang kebijakan ini mungkin terasa merepotkan, manfaatnya jauh lebih besar daripada risikonya. Masyarakat diharapkan dapat lebih bijak mengelola rekening bank, tidak membiarkannya terbengkalai, serta selalu memantau setiap aktivitasnya.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, perbankan, dan masyarakat, integritas sistem keuangan Indonesia akan tetap terjaga, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku kejahatan yang mencoba memanfaatkan celah dalam sistem. (*)














