JAKARTA, harianindonesiapos.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan dan menahan Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energi (IAE), Arso Sadewo (AS), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE).
“KPK mengumumkan penahanan terhadap satu orang tersangka, yakni saudara AS (Arso Sadewo) selaku Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energi (IAE) pada tahun 2007-sekarang, terkait dugaan tindak pidana korupsi perjanjian jual-beli gas antara PT PGN dan PT IAE,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Asep menjelaskan, Arso Sadewo langsung ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 21 Oktober hingga 9 November 2025, di Rutan Cabang KPK.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah menjerat sejumlah pejabat tinggi PT PGN dan PT IAE. Pada 1 Oktober 2025, KPK telah menahan tiga tersangka lain, yakni Hendi Prio Santoso (Direktur Utama PT PGN periode 2008-2017), Danny Praditya (Direktur Komersial PT PGN periode 2016-Agustus 2019), serta Iswan Ibrahim (Komisaris PT IAE periode 2006-22 Januari 2024).
Menurut Asep, keterlibatan Arso Sadewo bermula dari permintaan Iswan Ibrahim agar Arso, selaku Komisaris Utama sekaligus pemegang saham mayoritas PT IAE, mendekati pihak PGN untuk memuluskan kerja sama jual-beli gas dengan skema advance payment sebesar USD 15 juta.
“Berdasarkan kedekatan Hendi dan Yugi, maka terjadilah pertemuan dengan Arso Sadewo untuk melakukan pengkondisian terkait persetujuan pembelian gas bumi oleh PT PGN dari PT IAE,” jelas Asep.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Arso, Iswan Ibrahim, dan Danny Praditya mengadakan pertemuan lanjutan guna menyepakati rencana kerja sama yang dimaksud. Dalam prosesnya, Hendi Prio Santoso diduga memberikan sebagian komitmen fee yang diperolehnya kepada Yugi Prayanto, pihak yang memperkenalkan dirinya dengan Arso Sadewo.
“Bahwa kemudian, atas komitmen fee tersebut, HPS memberikan sebagian uang sejumlah USD 10.000 kepada YG sebagai imbalan karena telah memperkenalkannya kepada AS,” terang Asep.
Atas perbuatannya, Arso Sadewo disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
KPK menegaskan, penetapan dan penahanan terhadap Arso merupakan bagian dari komitmen lembaga antirasuah untuk menuntaskan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dalam sektor energi strategis. Berdasarkan hasil perhitungan sementara, kerugian negara ditaksir mencapai USD 15 juta atau sekitar Rp 240 miliar. (Red)














